( Monolog aku berbicara tentang cinta...
Minah itu menawan, senyumannya biasa, matanya biasa, wajahnya juga biasa, luarannya hanya biasa...
Namun aku sentiasa bermonolog dengan aku tentang dia...
Caranya gembira, daya tariknya hanya jenaka, perwatakan itu sangat menarik perhatian aku....
Monolog aku mula berbicara tentang keistemewaanya, dan aku hanya mendengar dari aku...
Keriangannya menjadi kecerian untuk aku, juga dikongsi teman-teman..
Aku dari sudut yang sentiasa menerima aku hanya memandang, hanya memerhati namun mula menyimpan rasa...
Monolog aku hanya berkongsi tentangnya, namun kesimpulannya hanya pemerhatian...
Monolog aku mula mengenal cinta...
Semangatku mula berubah, dan aku mula merasa kelainan...
Tidak seperti semalam, aku lebih dulu mencari ruang sudutku yang mula dirindui walaupun semalam hanya tempat istirehatku, dan dia datang memberi senyuman... memberi kerlingan, tapi firasatku senyuman itu tidak dapat kurasai, kerlingan itu tidak sampai menatap wajahku...
Monolog aku mula bercerita kelainan, mula bercerita rasa kehampaan...
Di sudut ini aku hanya memandang belakang, sentiasa mengharap sesuatu menariknya untuk menoleh kearahku...
Dan hari-hari seterusnya hanya memandang dengan harapan mengharap ada seyum, mengharap ada lirikan yang ditujukan satu-satunya untukku....
Dan monolog aku dengan aku tetap sama berbicara harapan dan impian...)<------ Previous monolog _1
Monolog aku sudah terjerat dengan cinta...
Sudutku satu pengharapan, sudutku singgahsana terindah menjiwai watak seseorang yang penamanya adalah aku...
Singgahsana kadang membawa aku terbang di laluan yang belum pernah tercapai oleh sang pemikir...
Melayang tanpa tulang, tanpa landasan untuk aku berdiri, berfikir dalam aku serealitinya aku...
Monolog aku bertanya, akan adakah reliti bila fantasi menguasai diri...
Mata dipejam, gelap, demi meneutralisasi empunya aku.. demi berada seadanya aku...
Kini aku nyata di landasan aku walaupun sudut tetap pada yang menerima aku...
Kerlingan manja sekali lagi cuba membawa aku jauh dari aku...
Mata terpejam lagi... hati diketat demi aku menjadi aku... demi aku tetap aku...
Hati ini pula yang lemas dengan senyuman si manis...
Monolog bertanya lagi, akan adakah hadapan jika tenggelam di pertengahan...
Sedar, segera beransur demi berdiri dan berjalan mencorak hadapan...
Monolog aku tanpa kata, sanggup jadi peneman demi luasnya laluan...
Monolog aku tidak pernah lari dari cinta...
Berteleku aku di ruang tidur...
Sebelum dan sesudah subuh, mata ini tetap bersatu dengan diri...
Monolog aku menjadi peneman... kadang gembira kadang menyakiti...
Tawa riangnya menjadi ruang persembahan sang mata pada zahirnya, ironinya, semua bersatu gembira menyaksi telatah riang si manis...
Mata tanpa kerlip menghadap ruang...
Hati tanpa mati menyaksi pentas...
Minda tanpa seksa memikir mahligai...
Monolog menyapa dengan penafian... Sekali lagi...
Tanpa ruang kita masih boleh menoleh...
Tanpa pentas kita masih berperasaan...
Tanpa mahligai kita masih boleh berfikir...
Sekali lagi aku tetap aku menyaksi monolog aku mencorak aku....
Monolog aku tidak penat dengan cinta...
Si manis sudah mula menapak ke tepi...
Memberi ruang untuk aku menyapa...
Monolog aku juga sudah mengetatkan pegangan....
Dua jalan yang penuh berbeda...
Tepi, sangat indah dirasa, sangat manis dikenang...
Pegangan, sakit, perit melawan manis, namun hadapan syurga tanpa istilah...
Aku tetap di sudut aku menilai dan membahasa diri...
Simanis tetap memberi seri untuk senyum seketika...
Hari-hari seperti semalam memperosok aku terlalu ketepi...
Sudut yang dahulunya ruang yang aktif kini pasif semakin menekan diri...
Senyum simanis... Sakit bermonolog di hati...
to be.....3
Aku Tetap Aku Di sudut Aku Terus Memerhati_AmkaNsem
No comments:
Post a Comment